Pernahkah terbayangkan bahwa tidak semua orang bisa merayakan malam tahun baru dengan sesuatu yang spesial? Bahkan, tidak sedikit di antara kita yang melewatkan momen tahunan itu dengan tetap mengerjakan rutinitas. Misalnya sopir taksi, polisi lalu lintas, pedagang bakso, penjual terompet, satpam, dan kru Liputan 6 SCTV tentunya.
Begitulah, Rabu malam silam sungguh nelangsa rasanya. Ketika masyarakat tumpah ruah di Ancol, Monas, Taman Mini, dan Bunderan HI, Newsroom di lantai 9 SCTV Tower terasa begitu sepi. Ketika kembang api satu per satu mulai menghiasi langit Jakarta, kami hanya bisa menatap dari balik kaca. "Ini risiko pekerjaan," ujar Rio, cowok dari bagian grafis yang batal merayakan malam tahun baru bersama keluarganya di Papua sana, mencoba maklum.
Kesepian itu hanya diisi dengan obrolan ala kadarnya dari beberapa teman. Topik yang dibicarakan pun melebar ke mana-mana. Mulai dari isu bonus tahunan yang segera dibagikan hingga tarif angkot yang tak kunjung turun mengikuti kecenderungan harga BBM. Untuk mengisi kesepian pula, beberapa teman main game catur di komputer. Nyaris, tak ada kemeriahan di kantor ini. Tak ada terompet, kembang api, apalagi donat J.Co dan kopi Starbucks.
Ketika tengah malam semakin mendekat, kembang api pun semakin meriah. Sambil menatap kemeriahan itu dari balik kaca Newsroom, beberapa teman tiba-tiba punya gagasan yang agaknya sulit untuk diwujudkan. "Kita juga harus bisa merayakan malam tahun baru di puncak," tegas Yani, yang sedih bukan main meninggalkan sang istri sendirian di rumah karena harus tetap masuk kantor.
Kontan saja teman-teman lainnya menatap heran. Bagaimana pula caranya berangkat ke puncak menjelang tengah malam, dengan segala kemacetan dan tugas yang masih menumpuk? Bisa-bisa baru sampai di kolong Semanggi, tahun 2008 sudah lewat. Ternyata, yang dimaksud Yani bukan Puncak di Bogor sana, melainkan puncak gedung SCTV Tower. Sebuah ide brilyan!
Setelah mengontak beberapa teman di lantai lainnya, jadilah disepakati untuk "mendaki" ke puncak. Baru menapakkan kaki di lantai 25 (kalau lantai teratas ini tetap ingin dihitung), kemeriahan langsung terlihat. Kembang api di empat penjuru Ibu Kota jelas begitu memukau. Langit Jakarta betul-betul terang malam itu. "Persis seperti di Jalur Gaza," komentar Akung, program director Liputan 6, berlagak sok tahu.
Mungkin karena suara yang terlalu berisik, agaknya keberadaan kami diduga sebagai sekumpulan preman yang tengah gencar diberantas Kapolri baru. Dampaknya, beberapa petugas keamanan gedung menggebrak naik dengan senjata lengkap, persis seperti aksi polisi yang kerap terlihat di program Buser. Setelah melihat wajah-wajah kami yang sangat familiar, tidak sombong dan baik hati, barulah mereka sadar kalau ini hanya perayaan kecil-kecilan dari para karyawan yang putus asa karena tak bisa menceburkan diri di air mancur Bunderan HI pada malam tahun baru. Dan semuanya kemudian membaur di ketinggian SCTV Tower.
Sayang, karena tak direncanakan, momen itu hanya diabadikan dengan kamera digital murahan, sehingga tak mampu menangkap keindahan kembang api yang kami saksikan. Bahkan, karena kurang perencanaan itu pula, tanggal penanda pada kamera lupa diset ulang sehingga yang muncul tahun baru 2005. Meski demikian, kegembiraan tak berkurang.
Bukankah kegembiraan "semalam di puncak" ini tak sebanding dengan simbol-simbol itu, karena kebersamaan yang tercipta lebih dari segalanya. Jadi, nikmati saja kegembiraan kami yang tetap ngantor di malam tahun baru melalui serangkain foto-foto bermutu rendah, namun bermakna dalam ini. Akhirnya, Selamat Tahun Baru 2009, kawan!
[untuk memperbesar gambar silahkah di-klik]
Rabu malam, 31 Desember 2008, nan sepi.
Newsroom ditinggalkan penghuninya yang tengah meliput di sejumlah titik keramaian Ibu Kota.
Segelintir karyawan terlihat tetap bersiaga di meja kerja.
Namun, wajah mereka terlihat kusut dan nyaris seperti putus asa.
Tak ada tawa dan canda seperti biasa, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing.
Dan, semuanya berubah setelah tiba di lantai teratas SCTV Tower.
Bahkan, Bogi si empunya mini market yang paling antifoto, di tahun baru ini jadi suka berakting di depan kamera, meski dari sisi estetika sulit untuk menilainya.
Meski batal bertahun baru di Papua bareng keluarganya, ketawa Rio paling nyaring menyambut Tahun Baru 2009.
Ika menjadi yang paling cantik malam itu karena hadir tanpa saingan.
Kang Yani yang sempat-sempatnya menelepon sang istri di Bogor, "Lagi lihat kembang api nih, Mah...," ujarnya mesra.
Sayang, indahnya panorama kembang api tak terlihat di foto. Agaknya kamera keluaran 2008 tak layak pakai lagi di tahun 2009. Selain itu, latar belakang juga ketutupan oleh tubuh jangkung Jamal, yang menjadi komandan pasukan lantai 18.
"Tahun baru harga Beng-Beng dan Pop Mie naik ya," bisik Bogi kepada Bungap yang menjadi pelanggan setia gerai Bogimart.
Ini lagi kasting untuk iklan pasta gigi, yang mingkem berarti ada masalah dengan giginya.
"Tahun 2009 adalah tahun bagi kepemimpinan kaum muda. Obama rules...," ujar Rio mewakili trio muda dari bagian grafis. Bakal ada kudeta kayanya nih!
Karyawan dari berbagai divisi dan lantai, tampil sejajar dalam kebersamaan.
Rombongan petugas sekuriti yang datang belakangan ikut bergabung.
"Saya siap dikirim menjadi sukarelawan ke Palangkaraya," ujar salah seorang petugas. Mungkin maksudnya Palestina kali ya...
Meski cita-citanya menjadi anggota TKR gagal di tengah jalan, Akung sudah cukup senang memegang senjata laras panjang betulan.
Salut dengan disiplin personel sekuriti SCTV, tengah malam pun ID card tetap bertengger di saku. Tabik!
Akhirnya, fotografer sekaligus si empunya blog ini dapat kesempatan juga berfoto. Terima kasih, terima kasih....
Di siang hari, panorama seperti ini yang akan terlihat dari lantai tertinggi SCTV Tower.
Mal Senayan Trade Center ternyata gak tinggi-tinggi amat tuh...
Bahkan, tenda putih yang menjadi salah satu tempat nongkrong kami, nyaris tak terlihat.
Plaza Senayan pun terlihat lebih megah jika dikeker dari atas.
Ada kolam renang, lapangan tenis, dan sawung tempat bersantai di bawah sana. Sayang, itu bukan properti SCTV.
Mobil-mobil bersileweran di pelataran pintu utama Mal Senayan City, termasuk sebuah Ferrari F-30 berwarna merah.
Rebeca berfoto dengan latar belakang lapangan golf Patal Senayan dan Hotel Mulia di kejauhan.
Ini pasti akting, biar dikira gak sadar kamera, jadi pura-pura lagi ngobrol, basi bangeett deh!
Air mancur Bunderan Senayan di kejauhan yang kalah bersaing dengan air mancur Bunderan HI.
Jakarta, kota yang dipenuhi gedung pencakar langit benar-benar telah menjadi hutan beton. Tak bisa lagi mandi di kali, tak ada lapangan sepakbola, tak ada taman bermain. Ruangan terbuka sudah digantikan mal, perkantoran, mal lagi, perkantoran lagi, kemudian mal lagi, disusul perkantoran lagi, dan begitu seterusnya...
Begitulah, Rabu malam silam sungguh nelangsa rasanya. Ketika masyarakat tumpah ruah di Ancol, Monas, Taman Mini, dan Bunderan HI, Newsroom di lantai 9 SCTV Tower terasa begitu sepi. Ketika kembang api satu per satu mulai menghiasi langit Jakarta, kami hanya bisa menatap dari balik kaca. "Ini risiko pekerjaan," ujar Rio, cowok dari bagian grafis yang batal merayakan malam tahun baru bersama keluarganya di Papua sana, mencoba maklum.
Kesepian itu hanya diisi dengan obrolan ala kadarnya dari beberapa teman. Topik yang dibicarakan pun melebar ke mana-mana. Mulai dari isu bonus tahunan yang segera dibagikan hingga tarif angkot yang tak kunjung turun mengikuti kecenderungan harga BBM. Untuk mengisi kesepian pula, beberapa teman main game catur di komputer. Nyaris, tak ada kemeriahan di kantor ini. Tak ada terompet, kembang api, apalagi donat J.Co dan kopi Starbucks.
Ketika tengah malam semakin mendekat, kembang api pun semakin meriah. Sambil menatap kemeriahan itu dari balik kaca Newsroom, beberapa teman tiba-tiba punya gagasan yang agaknya sulit untuk diwujudkan. "Kita juga harus bisa merayakan malam tahun baru di puncak," tegas Yani, yang sedih bukan main meninggalkan sang istri sendirian di rumah karena harus tetap masuk kantor.
Kontan saja teman-teman lainnya menatap heran. Bagaimana pula caranya berangkat ke puncak menjelang tengah malam, dengan segala kemacetan dan tugas yang masih menumpuk? Bisa-bisa baru sampai di kolong Semanggi, tahun 2008 sudah lewat. Ternyata, yang dimaksud Yani bukan Puncak di Bogor sana, melainkan puncak gedung SCTV Tower. Sebuah ide brilyan!
Setelah mengontak beberapa teman di lantai lainnya, jadilah disepakati untuk "mendaki" ke puncak. Baru menapakkan kaki di lantai 25 (kalau lantai teratas ini tetap ingin dihitung), kemeriahan langsung terlihat. Kembang api di empat penjuru Ibu Kota jelas begitu memukau. Langit Jakarta betul-betul terang malam itu. "Persis seperti di Jalur Gaza," komentar Akung, program director Liputan 6, berlagak sok tahu.
Mungkin karena suara yang terlalu berisik, agaknya keberadaan kami diduga sebagai sekumpulan preman yang tengah gencar diberantas Kapolri baru. Dampaknya, beberapa petugas keamanan gedung menggebrak naik dengan senjata lengkap, persis seperti aksi polisi yang kerap terlihat di program Buser. Setelah melihat wajah-wajah kami yang sangat familiar, tidak sombong dan baik hati, barulah mereka sadar kalau ini hanya perayaan kecil-kecilan dari para karyawan yang putus asa karena tak bisa menceburkan diri di air mancur Bunderan HI pada malam tahun baru. Dan semuanya kemudian membaur di ketinggian SCTV Tower.
Sayang, karena tak direncanakan, momen itu hanya diabadikan dengan kamera digital murahan, sehingga tak mampu menangkap keindahan kembang api yang kami saksikan. Bahkan, karena kurang perencanaan itu pula, tanggal penanda pada kamera lupa diset ulang sehingga yang muncul tahun baru 2005. Meski demikian, kegembiraan tak berkurang.
Bukankah kegembiraan "semalam di puncak" ini tak sebanding dengan simbol-simbol itu, karena kebersamaan yang tercipta lebih dari segalanya. Jadi, nikmati saja kegembiraan kami yang tetap ngantor di malam tahun baru melalui serangkain foto-foto bermutu rendah, namun bermakna dalam ini. Akhirnya, Selamat Tahun Baru 2009, kawan!
[untuk memperbesar gambar silahkah di-klik]
Rabu malam, 31 Desember 2008, nan sepi.
Newsroom ditinggalkan penghuninya yang tengah meliput di sejumlah titik keramaian Ibu Kota.
Segelintir karyawan terlihat tetap bersiaga di meja kerja.
Namun, wajah mereka terlihat kusut dan nyaris seperti putus asa.
Tak ada tawa dan canda seperti biasa, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing.
Dan, semuanya berubah setelah tiba di lantai teratas SCTV Tower.
Bahkan, Bogi si empunya mini market yang paling antifoto, di tahun baru ini jadi suka berakting di depan kamera, meski dari sisi estetika sulit untuk menilainya.
Meski batal bertahun baru di Papua bareng keluarganya, ketawa Rio paling nyaring menyambut Tahun Baru 2009.
Ika menjadi yang paling cantik malam itu karena hadir tanpa saingan.
Kang Yani yang sempat-sempatnya menelepon sang istri di Bogor, "Lagi lihat kembang api nih, Mah...," ujarnya mesra.
Sayang, indahnya panorama kembang api tak terlihat di foto. Agaknya kamera keluaran 2008 tak layak pakai lagi di tahun 2009. Selain itu, latar belakang juga ketutupan oleh tubuh jangkung Jamal, yang menjadi komandan pasukan lantai 18.
"Tahun baru harga Beng-Beng dan Pop Mie naik ya," bisik Bogi kepada Bungap yang menjadi pelanggan setia gerai Bogimart.
Ini lagi kasting untuk iklan pasta gigi, yang mingkem berarti ada masalah dengan giginya.
"Tahun 2009 adalah tahun bagi kepemimpinan kaum muda. Obama rules...," ujar Rio mewakili trio muda dari bagian grafis. Bakal ada kudeta kayanya nih!
Karyawan dari berbagai divisi dan lantai, tampil sejajar dalam kebersamaan.
Rombongan petugas sekuriti yang datang belakangan ikut bergabung.
"Saya siap dikirim menjadi sukarelawan ke Palangkaraya," ujar salah seorang petugas. Mungkin maksudnya Palestina kali ya...
Meski cita-citanya menjadi anggota TKR gagal di tengah jalan, Akung sudah cukup senang memegang senjata laras panjang betulan.
Salut dengan disiplin personel sekuriti SCTV, tengah malam pun ID card tetap bertengger di saku. Tabik!
Akhirnya, fotografer sekaligus si empunya blog ini dapat kesempatan juga berfoto. Terima kasih, terima kasih....
Di siang hari, panorama seperti ini yang akan terlihat dari lantai tertinggi SCTV Tower.
Mal Senayan Trade Center ternyata gak tinggi-tinggi amat tuh...
Bahkan, tenda putih yang menjadi salah satu tempat nongkrong kami, nyaris tak terlihat.
Plaza Senayan pun terlihat lebih megah jika dikeker dari atas.
Ada kolam renang, lapangan tenis, dan sawung tempat bersantai di bawah sana. Sayang, itu bukan properti SCTV.
Mobil-mobil bersileweran di pelataran pintu utama Mal Senayan City, termasuk sebuah Ferrari F-30 berwarna merah.
Rebeca berfoto dengan latar belakang lapangan golf Patal Senayan dan Hotel Mulia di kejauhan.
Ini pasti akting, biar dikira gak sadar kamera, jadi pura-pura lagi ngobrol, basi bangeett deh!
Air mancur Bunderan Senayan di kejauhan yang kalah bersaing dengan air mancur Bunderan HI.
Jakarta, kota yang dipenuhi gedung pencakar langit benar-benar telah menjadi hutan beton. Tak bisa lagi mandi di kali, tak ada lapangan sepakbola, tak ada taman bermain. Ruangan terbuka sudah digantikan mal, perkantoran, mal lagi, perkantoran lagi, kemudian mal lagi, disusul perkantoran lagi, dan begitu seterusnya...
5 komentar:
Selamat Taun Baru Bang Ado...!!!!
-Semoga acara lamarannya berjalan sesuai rencana...
-Semoga tambah sukses dan berjiwa muda...
Selamat Taun Baru Bang Ado...!!!!
-Semoga acara lamarannya berjalan sesuai rencana...
-Semoga tambah sukses dan berjiwa muda...
slamat taun baru.
kayanya seru tuh, taun baruan di atap.
hehe
wah...,wah...,wah... kapan ya bisa main ke lantai teratas sctv
Andaikan gue disana.. hiks hiks hiks
Posting Komentar