Jumat, 20 September 2013

Jenderal Timur Kini Sendiri


Rabu 18 September 2013

Wartawan yang setiap hari meliput aktivitas Presiden di Istana sudah hapal betul gaya, sikap, dan kebiasaan para pejabat seperti menteri yang kerap bertemu Presiden. Ada yang kalau berjalan dengan santai dan siap dikerubuti wartawan kapan pun. Atau menteri yang kalau berjalan selalu buru-buru dan seperti tak ingin ditanya wartawan. Kesamaan para pejabat ini cuma satu, selalu tersenyum dan membalas candaan wartawan.

Dari semuanya, yang tergolong unik adalah kebiasaan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono dan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo. Kedua pejabat ini hampir selalu datang bersamaan saat dipanggil ke Kantor Presiden. Wartawan Istana paham betul, di mana ada Laksamana Agus, di situ ada Jenderal Timur. Mungkin karena kedekatan tugas atau fungsi yang membuat keduanya selalu seiring sejalan. Entahlah.

Berbeda dari menteri-menteri atau pejabat tinggi lainnya saat dicegat wartawan di pintu Kantor Presiden, Laksamana Agus dan Jenderal Timur kerap berduaan menghadapi wartawan, kendati pertanyaan yang diajukan untuk keduanya tidak sama. Misalnya, ketika Laksamana Agus ditanyai seputar kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, kepada Jenderal Timur wartawan bertanya seputar isu rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Keduanya tetap berdiri berdampingan dan menjawab bergantian.

Pokoknya, Laksamana Agus dan Jenderal Timur adalah 'dua sejoli', paling tidak menurut saya. Datang selalu bersama, menghadapi wartawan berdua, dan pulang juga barengan. Saya tidak tahu apakah beliau-beliau ini memang janjian dulu sebelum berangkat atau bagaimana, hanya ajudan masing-masing yang tahu. Yang jelas, tidak mungkin hanya kebetulan belaka atau pimpinan militer dan polisi ini punya mata batin yang membuat keduanya selalu datang bersamaan di parkiran Istana Negara.

Sayang, kebersamaan atau keberduaan itu tak bisa dirajut selamanya. Akhir Agustus silam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik Jenderal TNI Moeldoko sebagai Panglima TNI menggantikan Laksamana Agus yang memasuki pensiun. Saat acara pelantikan di Istana Negara itu, saya sempat bertanya-tanya dalam hati, apakah untuk selanjutnya Jenderal Moeldoko akan menjadi pendamping baru bagi  Jenderal Timur saat berjalan di kompleks Istana? Ternyata tidak.

Seperti siang ini, saat para menteri dan pejabat setingkat menteri mulai berdatangan di Kantor Presiden untuk mengikuti rapat kabinet paripurna. Dari kejauhan kelihatan Jenderal Timur dan ajudannya berjalan di lorong menuju pintu Kantor Presidennya. Tak terlihat Jenderal Moeldoko di sana. Akhirnya, Jenderal Timur tampil sendirian saat dihadang wartawan di pintu Kantor Presiden.

Masih seperti biasa, Jenderal Timur menjawab pertanyaan wartawan seputar ucapan Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, yang menyebutkan Polri sebagai lembaga negara paling korup di Indonesia. Jenderal Timur menjawab dengan bahasa yang singkat, terukur, dan hanya menyentuh permukaan. Wawancara dengan Jenderal Timur memang jarang memakan waktu lama, karena jawaban seperti "sedang dalam penyelidikan", "belum ada laporan", "kita tunggu saja" atau "masih didalami" membuat wartawan kewalahan juga mencari pertanyaan dengan jawaban yang punya nilai berita.

Saat wawancara disudahi, Jenderal Timur pun melenggang ke dalam Kantor Presiden, tanpa ada Panglima TNI yang mengiringi. Tak lama kemudian, di lorong menuju Kantor Presiden terlihat Jenderal Moeldoko dengan tegap melanglah dikawal tiga orang berpakaian dinas militer harian. Seperti biasa, Panglima TNI yang baru tiga pekan menjabat ini langsung dicegat wartawan. Dengan lugas dan tegas Jenderal Moeldoko menjawab pertanyaan seputar kabar penyekapan yang dilakukan anggota TNI. Tak lama, pria kelahiran Kediri ini juga langsung masuk ke Kantor Presiden.

Rapat kabinet paripurna siang ini membahas soal ekonomi Indonesia yang sedang bergejolak, ditandai dengan nilai kurs rupiah yang terhadap dolar yang terus anjlok. Mungkin itu pula yang membuat rapat berlangsung agak lama. Menjelang magrib barulah pertemuan di ruang rapat berakhir. Satu per satu menteri dan pejabat negara terlihat turun dari tangga ruang rapat. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Menteri Koperasi UKM Syarief Hasan menjadi pejabat yang ditunggu wartawan untuk dimintai konfirmasi.

Gita ditanya soal gejolak harga kedelai dan bentrok kepentingan antara tugasnya sebagai menteri dan keikutsertaan dirinya dalam konvensi capres Partai Demokrat. Sedangkan Syarief ditanyai soal gonjang-ganjing Partai Demokrat setelah mantan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mendirikan Perhimpunan Pergerakan Indonesia. Sebagai Ketua Harian PD, Syarief mengonfirmasi bahwa Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika telah dicopot dan digantikan oleh Ruhut Sitompul. Kabar panas ini lansung dilahap dengan senang oleh wartawan.

Lantas, bagaimana dengan Jenderal Timur dan Jenderal Moeldoko? Ketika Menteri Gita sibuk diwawancarai, Jenderal Timur menyelinap turun dan luput dari pantauan wartawan ketika pimpinan tertinggi Polri itu keluar dari Kantor Presiden. Demikian pula ketika Jenderal Moeldoko turun dari ruang rapat, sesaat setelah kepergian Jenderal Timur, beberapa wartawan masih sempat menanyai beliau sembari berjalan di lorong Kantor Presiden.

Kenyataan ini bagi saya membutikan bahwa Jenderal Timur kini memang tak lagi punya 'teman jalan' di kompleks Istana. Tapi saya yakin kesendirian Jenderal Timur tak akan berlangsung lama karena dalam waktu dekat Kapolri juga akan diganti oleh Presiden. Saya pun kini membayangkan, apakah Jenderal Moeldoko akan bisa 'jalan bareng' dengan Kapolri baru pengganti Jenderal Timur?

Saya tidak berani menjawabnya sekarang. Saya hanya yakin, kedekatan antara Panglima TNI dan Kapolri sebenarnya bisa sedikit mencairkan ketegangan antara kedua institusi yang kerap berseteru di tataran bawah. Tak sabar rasanya menunggu Kapolri yang baru terpilih.***


Saat foto bersama pun, Jenderal Timur dan Laksamana Agus tak mau berjauhan