Kamis, 21 Mei 2009

Seragam Baru untuk Presiden

Tak bisa disangkal, kekuasaan dan pengaruh seorang presiden sungguh besar. Tak terkecuali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Itu dibuktikan saat yang bersangkutan datang mengunjungi SCTV Tower, termasuk bertandang ke Newsroom di lantai 9, pada Rabu siang 20 Mei lalu. Bukan soal kunjungannya yang menarik, tapi sebuah proses lain yang mengawali kunjungan itu.

Saya masih ingat, kami pindah ke gedung baru di SCTV Tower Senayan City tepat pada tanggal 1 Februari 2008. Sesaat sebelum pindah dari Gedung Mitra di Jalan Gatot Subroto, seluruh karyawan diminta untuk mengepas seragam. Ini memang kali pertama bagi karyawan SCTV untuk memiliki seragam. Sebelumnya memang ada seragam tak resmi berlogo Piala Dunia 2006 yang diwajibkan dipakai dua kali sepekan. Tapi, kewajiban tersebut gugur seiring berakhirnya perhelatan akbar itu.

Kali ini agaknya seragam yang akan digunakan bakal bersifat permanen untuk membedakan karyawan SCTV dengan karyawan televisi lain yang sudah lebih dulu memiliki seragam. Sebagian terlihat bersemangat mengepas baju, sebagian lagi ogah-ogahan. Yang kurang bersemangat beralasan bahwa mengenakan seragam hanya akan mengurangi kebebasan berekspresi. Alasan ini umumnya dianut oleh mereka yang ada di Newsroom, karena sehari-hari terbiasa berpakaian santai. Sebagian lain beralasan warna dan corak seragamnya kurang menarik. Saya sendiri sependapat dengan alasan yang terakhir.

Menurut perkiraan, sesaat setelah menempati gedung baru, seragam baru pun bakal segera dibagikan. Ternyata perkiraan itu meleset. Berbulan-bulan menunggu, seragam itu tak kunjung datang. Bahkan, kami hampir lupa akan memiliki seragam ketika suatu hari sekretariat redaksi Liputan 6 meminta kami untuk menandatangani pengambilan seragam. Sejak itu, sepanjang Senin hingga Rabu, kami mengenakan seragam berwarna abu-abu. Semuanya kemudian berjalan seperti biasa, sampai suatu hari di awal Mei lalu....

Tak ada gosip tak ada rumor, lagi-lagi kami diminta mengepas pakaian untuk seragam baru. Ada semangat baru karena warna dan bahan seragam ini lebih menjanjikan. Tapi semangat itu kembali tenggelam karena membayangkan panjangnya masa penantian untuk mendapatkan seragam tersebut. Tapi, bisik-bisik yang terdengar mengatakan bahwa seragam itu akan dibagikan dalam waktu dekat, tepatnya sebelum tanggal 20 Mei karena akan dikenakan untuk menyambut kedatangan Presiden Yudhoyono.

Memang, kabar kunjungan sang RI-1 sudah lama terdengar. Banyak momen yang mengiringi kunjungan itu. Selain untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional, juga untuk memperingati HUT ke-13 Liputan 6 SCTV dan peluncuran portal liputan6.com wajah baru. Pada saat yang sama Presiden Yudhoyhono juga akan meresmikan konsorsium televisi digital dan menggelar telekonferensi dengan masyarakat terpencil di lima wilayah di Indonesia.

Hebatnya, Selasa malam tanggal 19 Mei, seragam baru itu dibagikan. Kami kaget karena tak menyangka bakal secepat itu mendapatkannya. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, paling tidak pada malam Tahun Baru 2010 seragam itu dibagikan. Kepada kami juga diingatkan untuk mengenakan seragam itu esok harinya, tepat saat kedatangan presiden. Belakangan diketahui, pembuatan seragam itu memang dikebut dan diprioritaskan untuk karyawan yang nantinya akan bertemu langsung dengan sang presiden.

Dan memang, penghuni Newsroom terlihat lebih kinclong dengan seragam baru ini saat berdiri berjejer menunggu kedatangan Presiden Yudhoyono dan rombongan. Pak Presiden juga terlihat sumringah saat bersalaman dengan kami. Tidak jelas, apakah senyum beliau karena kagum pada kami atau karena warna seragam baru yang tak jauh-jauh dari warna logo partai yang mengusung beliau. Yang jelas, kunjungan itu berjalan lancar dan seragam baru telah berhasil menjalankan misinya. Kalau saja tahun ini Presiden RI tak punya agenda ke SCTV Tower, besar kemungkinan kami masih akan mengenakan seragam abu-abu.

Begitu hebatnya pengaruh seorang presiden. Tak heran jika Megawati Sukarnoputri yang sudah kalah pamor pada pemilihan presiden 2004 tetap nekat mencalonkan diri lagi. Bahkan, Wiranto rela menurunkan pangkat menjadi calon wakil presiden setelah tak berkutik sebagai penantang capres pada pilpres sebelumnya. Yang menjadi pertanyaan, jika presiden mendatang (siapa pun yang terpilih) kembali berkunjung ke SCTV Tower, apakah kami-kami akan mendapatkan seragam baru lagi? Kalau iya, kira-kira apa lagi warna seragamnya yaaa...



Rabu pagi ruangan Newsroom di lantai 9 masih sepi, meski hari ini adalah HUT Liputan 6 SCTV dan Hari Kebangkitan Nasional.


Suasana kerja tetap seperti biasa, meski sejumlah anggota Paspampres sudah mulai menyisir ruangan untuk mengamankan kedatangan RI-1.


Usai tayangan Liputan 6 Siang, datang pemberitahuan bahwa Presiden RI sudah memasuki loby SCTV Tower, awak Liputan 6 di lantai 9 mulai bersiap menyambut beliau dengan memamerkan seragam barunya.


Suasana menunggu dimanfaatkan untuk berfoto ria, sampai2 yang punya blog pun terjepit di belakang cewek2 narsis.


Ini dia calon penggoda Ibas, putra kedua Pak SBY yang disebutkan ikut dalam rombongan Kepala Negara.


Tiga presenter SCTV yang bertindak sebagai host pun mulai bersiap. Nova Rini, David Silahoij, dan Duma Riris mulai menenar senyum manis. Mau ketemu Pak Presiden, gitu lohh...


Dipandu pimpinan News Center Liputan 6, Presiden SBY dan rombongan melongok studio pemberitaan yang ada di lantai 9.


Pak Presiden pun memberi ucapan selamat HUT ke-13 Liputan 6. Sayang, karena berdesak2an hasil fotonya kurang bagus. Tapi tak apa, yang penting momennya.


Usai berkeliling di Newsroom, rombongan Kepala Negara menuruni tangga ke lantai 8 yang memiliki akses langsung ke ruangan pertemuan di The Hall Senayan City.


Nova Rini pun masih sempat bergaya saat menuruni tangga. Happy betul doi ketemu sang idola.


Acara peluncuran konsorsium televisi digital kerja sama SCTV-ANTV-Trans TV-TVOne-Metro TV dan peringatan Harkitnas dibuka dengan penampilan live band Cokelat dengan lagu Bendera.


Usai kata sambutan dari Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika, giliran Nidji yang menghentak dengan tembang Laskar Pelangi. Menyusul kemudian Bunga Citra Lestari yang membawakan tembang Pernah Muda.


Selanjutnya Presiden berdialog melalui videoconference dengan masyarakat di Kabupaten Kerom (Papua), Saumlakki (Maluku), Nunukan (Kalimantan Timur), dan Lumajang (Jawa Timur). Pada kesempatan yang sama, Kepala Negara juga berdialog dengan masyarakat Indonesia yang ada di di Tokyo, Jepang, dan Den Haag, Belanda. Di bagian akhir, Pak SBY dipertemukan dengan Sribanun, ibu guru beliau waktu SD di Pacitan dulu. Mata beliau berkaca2 dan suaranya jadi serak saat bercerita tentang sang guru.


Usai acara, Rabu petang, pekerjaan rutin sudah menunggu.


Meski lelah, yang penting hajatan tahunan ini berjalan sukses. Yang tidak sukses hanya hasil jepretan kamera yang hampir semuanya buram. Tapi, biarlah buram, maknanya tetap saja pada peristiwanya.





Senin, 04 Mei 2009

Carut Marut Etika Advokat

Rinaldo


Rabu pekan lalu ada berita mengejutkan dari Banten. Diberitakan bahwa dua pengacara kondang Ibu Kota nyaris adu jotos di ruang sidang. Hotman Paris Hutapea dan Luhut Pangaribuan, dua nama yang sudah identik dengan profesi advokat itu, sulit menahan emosi saat mewakili klien mereka yang berperkara di Pengadilan Negeri Serang.

Setelah adu argumen memanas, maka kata-kata yang keluar pun mulai melenceng dari konteks perkara. Peringatan dari hakim tak membuat keduanya tenang, bahkan hingga di luar ruang sidang pun kericuhan di antara keduanya nyaris berbuntut kontak fisik. Tak jelas, apakah adu mulut yang tak pantas itu dianggap sebagai contempt of court oleh hakim PN Serang.

Tidak hanya di dalam ruang sidang, di luar ruang sidang pun, tepatnya di Jakarta, dua pengacara kondang juga terlibat adu mulut yang tak jelas hubungannya dengan substansi perkara yang sedang mereka tangani. Bahkan untuk kasus ini, nama advokat kondang Adnan Buyung Nasution ikut dibawa-bawa.

Persoalannya, Ruhut Sitompul yang menjadi kuasa hukum seorang wanita yang dikabarkan dihamili oleh seorang bintang sinetron, merasa tersinggung atas ucapan Gusti Randa, mantan bintang sinetron yang menjadi kuasa hukum dari si bintang sinetron. Ruhut meradang karena Gusti dianggap melecehkan kliennya, hingga argumennya pun menjurus pada masalah pribadi.

Latar belakang Gusti dibongkar dan derajat senioritas pun dikedepankan Ruhut. Posisi Gusti yang mengajak law firm Adnan Buyung Nasution dalam membela kliennya juga tak luput dari kritikan Ruhut. Gusti memang tak membalas pedasnya kata-kata Ruhut, namun perseteruan di antara mereka jelas tak bisa lagi diposisikan sebagai bentuk pembelaan bagi klien.

Yang jelas, perseteruan di antara para advokat di atas sudah kehilangan konteks, tak lagi bicara soal hukum atau keadilan, tapi sudah menyentuh ke ruang pribadi para advokat. Dan itu terjadi ketika mereka sedang berperkara, di mana seharusnya yang mengemuka adalah argumen-argumen hukum yang cerdas.

Yang bisa dilihat di sini adalah, bahwa etika profesi mulai kabur di kalangan advokat. Memang benar, peristiwa di atas hanya dilakukan segelintir advokat, namun karena terjadi di kalangan advokat papan atas, maka khalayak bisa mengatakan; kalau yang senior saja begitu, bagaimana dengan yuniornya?

Padahal, sebagaimana tertera dalam Pasal 4 ayat (2) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, sumpah seorang advokat di antaranya adalah: bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai advokat.

Sedangkan dalam Pasal 6 tentang Penindakan, UU ini mengatakan bahwa seorang advokat dilarang: (b) berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya; dan (d) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya.

Tapi akan sangat sulit melakukan penindakan dimaksud. Dengan masih belum menyatunya organisasi advokat, ada kemungkinan sang pengacara akan dibela oleh organisasinya. Bahkan, bukan tidak mungkin perseteruan meluas menjadi antarorganisasi advokat.

Saat ini, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32 UU Advokat tentang Ketentuan Peralihan, organisasi advokat ada delapan, yaitu Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM dan APSI. Dan masing-masing organisasi ini memiliki AD dan ART yang berbeda.

Intinya, sudah saatnya para advokat bersungguh-sungguh memikirkan bagaimana para advokat bisa menyatu di bawah satu atap. Selain untuk menyelaraskan etika, memudahkan penindakan terhadap anggota yang melanggar, juga untuk menghilangkan hegemoni dan ego di antara organisasi advokat. Di atas semua itu, advokat harus mulai menjadi aparat penegak hukum sebagaimana digariskan UU Advokat, bukan aparat yang mengesampingkan hukum.***

(Tulisan ini pernah dimuat di Harian PERINTIS edisi 10 Desember 2003)