Jakarta boleh saja berbangga karena menjadi pusat perhatian masyarakat seantero Tanah Air. Banyak mereka yang tinggal di luar Ibu Kota berharap, bahkan bermimpi, untuk datang dan menetap di kota nan sesak ini. Tapi, semua itu sebenarnya semu. Mereka tetap lebih mencintai tanah kelahiran dibandingkan Jakarta.
Lihat saja tatkala Lebaran tiba, semua menghilang. Mobil-mobil yang biasanya memenuhi jalanan kini membawa tuannya mudik. Mereka yang biasanya lalu lalang di trotoar Ibu Kota, buru-buru pulang untuk bersilaturahmi. Maka jadilah Jakarta bak kota mati. Jakarta menjadi kota yang sepi, ditinggal orang-orang yang hanya memiliki cinta semu terhadap Jakarta.
Bagi yang tetap tinggal di Jakarta saat Lebaran, suasana yang ada bisa menjadi sangat menyiksa. Ketika teman, kerabat atau kekasih ikut mudik, tempat bersilaturahmi Lebaran pun menjadi berkurang. Lebih dari itu, mencari tempat makan, nongkrong, bahkan untuk membeli rokok, sulitnya minta ampun.
Kesepian juga dirasakan mereka yang tetap beraktivitas di hari Lebaran. Seperti kru Newsroom yang mendapat giliran masuk tepat saat takbir dikumandangkan pada 1 Oktober lalu. Kantor yang biasanya riuh berubah tenang. Hanya segelintir karyawan yang masuk untuk menjaga kesinambungan program SCTV.
Tapi jangan salah, ternyata ada juga yang memilih untuk ngantor ketimbang makan ketupat bersama keluarga atau bersilaturahmi ke tetangga. Salah seorang teman kami, sebut saja Ika, mengaku lega bisa masuk kantor di hari nan fitri ini. "Kalau tinggal di rumah, pasti bakal ditanyain sama saudara yang terus berdatangan soal kapan married dan siapa calonnya, capek jawabnya," jelas Ika. Sementara di kantor, Ika bisa bebas makan ketupat dan minum sirup tanpa ditanya macam-macam.
Jadi, berbanggalah mereka yang bisa berlebaran dengan orang-orang terdekat. Sedangkan bagi yang tetap ngantor di Newsroom, Lebaran memang berarti kesepian, namun tetap punya makna, bahwa Lebaran itu ada di hati, tak melulu dari riuhnya petasan atau ramainya ruang tamu oleh kerabat.
Selamat Lebaran, Minal Aidzin wal-Faidzin...
[untuk memperbesar gambar silahkah di-klik]
Rabu pagi, hari pertama Lebaran di Jalan Sudirman, Jakarta.
Arus kendaraan dari Blok M menuju Semanggi sepi, persis seperti car free day.
Di halte Transjakarta pun tak terlihat tanda-tanda kehidupan, padahal sudah menjelang siang.
Di jalan depan Ratu Plaza ini biasanya mobil antre untuk lewat, hari ini tumben mobil-mobil itu puasa menyumbang polusi.
Jadi inget film Resident Evil, Vanila Sky, dan I Am Legend, kota tiba-tiba kosong tanpa penghuni.
Sepanjang Jalan Asia Afrika yang setiap hari padat, tumben jadi lengang.
Pada kemana pedagang asongan, gerobak bakso, dan pejalan kaki?
Adakah yang percaya ini salah satu titik keramaian lalu lintas di Jakarta?
Di saat orang lain sibuk bersilaturahmi, ternyata masih ada yang menunggu pintu utama Senayan City dibuka.
Jalanan di hari pertama Lebaran dilihat dari Newsroom.
Buat apa jalan raya dibikin bagus-bagus kalau tak ada yang melewati?
Tak hanya di jalanan, di ruangan Newsroom pun kelengangan itu sangat terasa.
Tak banyak suara tawa dan canda karena ruangan yang besar itu hanya diisi segelintir orang.
Saat makan siang pun tak banyak yang dibicarakan.
Ika, satu-satunya penghuni Newsroom yang merasa beruntung bisa berlebaran di kantor, bercerita di depan para cowok yang sedang menikmati makan siang.
Lihat saja tatkala Lebaran tiba, semua menghilang. Mobil-mobil yang biasanya memenuhi jalanan kini membawa tuannya mudik. Mereka yang biasanya lalu lalang di trotoar Ibu Kota, buru-buru pulang untuk bersilaturahmi. Maka jadilah Jakarta bak kota mati. Jakarta menjadi kota yang sepi, ditinggal orang-orang yang hanya memiliki cinta semu terhadap Jakarta.
Bagi yang tetap tinggal di Jakarta saat Lebaran, suasana yang ada bisa menjadi sangat menyiksa. Ketika teman, kerabat atau kekasih ikut mudik, tempat bersilaturahmi Lebaran pun menjadi berkurang. Lebih dari itu, mencari tempat makan, nongkrong, bahkan untuk membeli rokok, sulitnya minta ampun.
Kesepian juga dirasakan mereka yang tetap beraktivitas di hari Lebaran. Seperti kru Newsroom yang mendapat giliran masuk tepat saat takbir dikumandangkan pada 1 Oktober lalu. Kantor yang biasanya riuh berubah tenang. Hanya segelintir karyawan yang masuk untuk menjaga kesinambungan program SCTV.
Tapi jangan salah, ternyata ada juga yang memilih untuk ngantor ketimbang makan ketupat bersama keluarga atau bersilaturahmi ke tetangga. Salah seorang teman kami, sebut saja Ika, mengaku lega bisa masuk kantor di hari nan fitri ini. "Kalau tinggal di rumah, pasti bakal ditanyain sama saudara yang terus berdatangan soal kapan married dan siapa calonnya, capek jawabnya," jelas Ika. Sementara di kantor, Ika bisa bebas makan ketupat dan minum sirup tanpa ditanya macam-macam.
Jadi, berbanggalah mereka yang bisa berlebaran dengan orang-orang terdekat. Sedangkan bagi yang tetap ngantor di Newsroom, Lebaran memang berarti kesepian, namun tetap punya makna, bahwa Lebaran itu ada di hati, tak melulu dari riuhnya petasan atau ramainya ruang tamu oleh kerabat.
Selamat Lebaran, Minal Aidzin wal-Faidzin...
[untuk memperbesar gambar silahkah di-klik]
Rabu pagi, hari pertama Lebaran di Jalan Sudirman, Jakarta.
Arus kendaraan dari Blok M menuju Semanggi sepi, persis seperti car free day.
Di halte Transjakarta pun tak terlihat tanda-tanda kehidupan, padahal sudah menjelang siang.
Di jalan depan Ratu Plaza ini biasanya mobil antre untuk lewat, hari ini tumben mobil-mobil itu puasa menyumbang polusi.
Jadi inget film Resident Evil, Vanila Sky, dan I Am Legend, kota tiba-tiba kosong tanpa penghuni.
Sepanjang Jalan Asia Afrika yang setiap hari padat, tumben jadi lengang.
Pada kemana pedagang asongan, gerobak bakso, dan pejalan kaki?
Adakah yang percaya ini salah satu titik keramaian lalu lintas di Jakarta?
Di saat orang lain sibuk bersilaturahmi, ternyata masih ada yang menunggu pintu utama Senayan City dibuka.
Jalanan di hari pertama Lebaran dilihat dari Newsroom.
Buat apa jalan raya dibikin bagus-bagus kalau tak ada yang melewati?
Tak hanya di jalanan, di ruangan Newsroom pun kelengangan itu sangat terasa.
Tak banyak suara tawa dan canda karena ruangan yang besar itu hanya diisi segelintir orang.
Saat makan siang pun tak banyak yang dibicarakan.
Ika, satu-satunya penghuni Newsroom yang merasa beruntung bisa berlebaran di kantor, bercerita di depan para cowok yang sedang menikmati makan siang.